Minggu, 21 Agustus 2011

Kata Bpak Soeharto dalam biografinya, Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya:


Pers ramai menulis mengenai kematian misterius sejumlah orang, dengan menyebut penembakan terhadap gali-gali, atau “penembakan misterius”, atau “penembak misterius”, atau disingkatnya lagi dengan sebutan “petrus”, dan sebagainya. Beberapa orang politik dan sejumlah kaum cendekiawan berbicara dan menulis tentang ini. Masyarakat ramai membicarakannya. Di forum internasional juga ada orang yang menyinggung-nyinggungnya, mengeksposnya. Dia tidak mengerti masalah yang sebenarnya.Kejadian itu, misterius juga tidak. Masalah yang sebenarnya adalah bahwa kejadian itu didahului oleh ketakutan yang dirasakan oleh rakyat. Ancaman-ancaman yang datang dari orang-orang jahat, perampok, pembunuh, dan sebagainya terjadi.
Ketentraman terganggu. Seolah-olah ketentraman di negeri ini sudah tidak ada. Yang ada seolah-olah hanya rasa takut saja. Orang-orang jahat itu sudah bertindak melebihi batas perikemanusiaan. Mereka tidak hanya melanggar hukum, tetapi sudah bertindak melebihi batas perikemanusiaan.
Umpamanya saja, orang tua sudah dirampas pelbagai miliknya, kemudian masih dibunuh. Itu kan sudah di luar batas kemanusiaan. Kalau mengambil, ya mengambillah, tetapi jangan lantas membunuh.
Kemudian ada perempuan yang diambil kekayaannya dan si istri orang lain itu masih juga diperkosa oleh orang jahat itu, di depan suaminya lagi. Itu sudah keterlaluan! Apa hal itu mau didiamkan saja?
Dengan sendirinya kita harus mengadakan treatment, tindakan yang tegas. Tindakan tegas bagaimana? Ya harus dengan kekerasan. Tetapi kekerasan itu bukan lantas dengan tembakan, dor! dor! begitu saja. Bukan! Tetapi yang melawan, ya, mau tidak mau harus ditembak. Karena melawan, maka mereka ditembak.
Lalu ada yang mayatnya ditinggalkan begitu saja. Itu untuk shock therapy, terapi goncangan. Supaya, orang banyak mengerti bahwa terhadap perbuatan jahat masih ada yang bertindak dan mengatasinya. Tindakan itu dilakukan supaya bisa menumpas semua kejahatan yang sudah melampaui batas perikemanusiaan itu. Maka kemudian meredalah kejahatan-kejahatan yang menjijikkan itu.

Kamis, 18 Agustus 2011

tugas Hukum Islam


Prinsip – prinsip dan Asas – asas Hukum Islam

Islam adalah agama dan cara hidup berdasarkan syari’at Allah yang terkandung dalam kitab Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. Setiap orang yang mengintegrasikan dirinya kepada Islam wajib membentuk seluruh hidup dan kehidupannya berdasarkan syari’at yang termaktub dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Hal tersebut sebagaimana diungkap oleh Yusuf Qardhawi, syari’at Ilahi yang tertuang dalam Al-Qur’an dan Sunnah merupakan dua pilar kekuatan masyarakat Islam dan agama Islam merupakan suatu cara hidup dan tata sosial yang memiliki hubungan integral, utuh menyeluruh dengan kehidupan idealnya Islam ini tergambar dalam dinamika hukum Islam yang merupakan suatu hukum yang serba mencakup, (1) Pengejawantahan syari’at Islam atas dua sumber utama dan pertama syari’at Islam. Dewasa ini tidaklah semudah membalikkan tangan. Era mekanisasai dan modernisasi telah menempatkan manusia menjadi bagian dan perkembangan yang penuh dengan kontroversi, tantangan dan persaiangan yang menyebabkan munculnya nilai dan kebutuhan baru bagi mereka yang tidak lagi sekedar sederhana. Eksistensi syari’at Islam yang konsisten/ajeg pada prinsip dan asasnya tidaklah harus statis, tetapi justeru harus fleksibel dan dapat mereduksi perkembangan dan kemajuan kehidupan manusia. Sebagaimana dibahasakan Hasan Bisri hal tersebut merupakan kegiatan reaktualisasi Islam, dimana secara garis besarnya adalah menekankan pada pengejawantahan Islam dengan me-reinterpretasi sumber hukum Islam dengan menggunakan kebutuhan, situasai dan kondisi dewasa ini sebagai paradigmanya. (2) Berdasarkan hal tersebut diatas, maka orang Islam (khususnya para alim ulama Islam Umum seluruh umat Islam) dituntut untuk dapat melakukan rekonstruksi terhadap khazanah hukum Islam secara inovatif melalui media ijtihad. Sebab kajian soal ijtihad akan selalu aktual, mengingat kedudukan dan fungsi ijtihad dalam yurisprudensi Islam tidak bisa dipisahkan dengan produk - produk fiqih dan yang namanya fiqih itu senantiasa fleksibel dan perkembangannya berbanding lurus dengan kehidupan dan kebutuhan manusia.
Namun dengan adanya fleksibelitas dalam syari’at Islam dan tuntutan bahwa hukum Islam harus senantiasa up to date dan dapat mereduksi perkembangan kehidupan umat bukan berarti atau dimaksudkan ajaran Islam, terutama fiqih (hukum) nya tidak konsisten, mudah mengikuti arus zaman dan bebas menginterpretasikan Al-Qur’an dan Sunnah sesuai kebutuhan hidup manusia sehingga aktualisasi hukum Islam melalui pintu ijtihad dalam prakteknya dapat menggeser ke-qath’i-an Al-Qur’an dan Sunnah hanya untuk memberikan legitimasi kepentingan manusia, baik politik, ekonomi, sosial, hukum dan lain sebagainya dengan dalih tuntutan humanisme. Berdasakan fenomena tersebut, penulis memandang bahwa pemahaman akan prinsip - prinsip dan asas - asas hukum Islam secara radikal melalui kacamata filsafat memiliki urgensi yang tinggi sekali sebagai upaya untuk membentengi syari’at Islam yang kontemporer namun dalam proses pengistinbatan hukumnya tetap memperhatikan rukh-rukh syari’ahnya atau dengan bahasa lain tidak menggadaikan ke-qath’i-an syari’at Islam (baca : Al-Qur‟an dan Sunnah) hanya untuk dikatakan bahwa hukum Islam itu up to date dan tidak ketinggalan zaman.
Prinsip – prinsip Hukum Islam
            Syari’at Islam adalah pedoman hidup yang ditetapkan Allah SWT untuk mengatur kehidupan manusia agar sesuai dengan keinginan Al-Qur’an dan Sunnah. (3) Dalam kajian ilmu ushul fiqh, yang dimaksud dengan hukum Islam ialah khitab (firman) Allah SWT yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf, atau dengan redaksi lain, hukum Islam ialah seperangkat aturan yang ditetapkan secara langsung dan lugas oleh Allah atau ditetapkan pokok - pokonya untuk mengatur hubungan antara manusia dan tuhannya, manusia dengan sesamanya dan manusia dengan alam semesta. Adapun Abu Zahrah mengemukakan pandangannya, bahwa hukum adalah ketetapan Allah yang berhubungan dengan perbuatan orang-orang mukallaf baik berupa iqtida (tuntutan perintah atau larangan), takhyir (pilihan) maupun berupa wadh’i (sebab akibat). Ketetapan Allah dimaksudkan pada sifat yang telah diberikan oleh Allah terhadap sesuatu yang berhubungan dengan perbuatan mukalaf. (4) Hasbi Ash-Shiddiqie mendefinisikan hukum secara lughawi adalah “menetapkan sesuatu atas sesuatu. (5) Sebagaimana hukum-hukum yang lain, hukum Islam memiliki prinsip - prinsip dan asas - asas sebagai tiang pokok, kuat atau lemahnya sebuah undang - undang, mudah atau sukarnya, ditolak atau diterimanya oleh masyarakat, tergantung kepada asas dan tiang pokonya. (6) Secara etimologi (tata bahasa) prinsip adalah dasar, permulaan, aturan pokok. (7) Juhaya S. Praja memberikan pengertian prinsip sebagai berikut: permulaan, tempat pemberangkatan, titik tolak atau al-mabda. (8) Adapun secara terminologi Prinsip adalah kebenaran universal yang inheren didalam hukum Islam dan menjadi titik tolak pembinaannya; prinsip yang membentuk hukum dan setiap cabang-cabangnya. Prinsip hukum Islam meliputi prinsip umum dan prinsip umum. Prinsip umum ialah prinsip keseluruhan hukum Islam yang bersifat universal. Adapun prinsip-prinsip khusus ialah prinsip-prinsip setiap cabang hukum Islam.
Prinsip Hukum Islam
1.    Prinsip Tauhid
Tauhid adalah prinsip umum hukum Islam. Prinsip ini menyatakan bahwa semua manusia ada dibawah satu ketetapan yang sama, yaitu ketetapan tauhid yang dinyatakan dalam kalimat La’ilaha Illa Allah (Tidak ada tuhan selain Allah). Prinsip ini ditarik dari firman Allah QS. Ali Imran Ayat 64. Berdasarkan atas prinsip tauhid ini, maka pelaksanaan hukum Islam merupakan ibadah. Dalam arti perhambaan manusia dan penyerahan dirinya kepada Allah sebagai manipestasikesyukuran kepada-Nya. Dengan demikian tidak boleh terjadi setiap mentuhankan sesama manusia dan atau sesama makhluk lainnya. Pelaksanaan hukum Islam adalah ibadah dan penyerahan diri manusia kepada keseluruhan kehendak-Nya.
Prinsip tauhid inipun menghendaki dan memposisikan untuk menetapkan hukum sesuai dengan apa yang diturunkan Allah (Al-Qur’an dan As-Sunah). Barang siapa yang tidak menghukumi dengan hukum Allah, maka orang tersebut dapat dikateegorikan kedalam kelompok orang-orang yang kafir, dzalim dan fasiq (Q.S. ke 5 Al-Maidah : 44, 45 dan 47).

2.    Prinsip Keadilan
Keadilan dalam bahasa Salaf adalah sinonim al-mi’za’n (keseimbangan/ moderasi). Kata keadilan dalam al-Qur’an kadang diekuifalensikan dengan al-qist. Al-mizan yang berarti keadilan di dalam Al-Qur’an terdapat dalam QS. Al-Syura: 17 dan Al-Hadid: 25.
Keadilan,  pada umumnya berkonotasi dalam penetapan hukum atau kebijaksanaan raja. Akan tetapi, keadilan dalam hukum Islam meliputi berbagai aspek. Prinsip keadilan ketika dimaknai sebagai prinsip moderasi, menurut Wahbah Az-Zuhaili bahwa perintah Allah ditujukan bukan karena esensinya, seba Allah tidak mendapat keuntungan dari ketaatan dan tidak pula mendapatkan kemadaratan dari perbuatan maksiat manusia. Namun ketaatan tersebut hanyalah sebagai jalan untuk memperluas prilaku dan cara pendidikan yang dapat membawa kebaikan bagi individu dan masyarakat.
3.    Prinsip Amar Makruf Nahi Mungkar
Hukum Islam digerakkan untuk merekayasa umat manusia untuk menuju tujuan yang baik dan benar yang dikehendaki dan ridhoi Allah dalam filsafat hukum Barat diartikan sebagai fungsi social engineering hukum. Prinsip Amar Makruf Nahi Mungkar didasarkan pada QS. Al-Imran : 110, pengkategorian Amar Makruf Nahi Mungkar dinyatakan berdasarkan wahyu dan akal.
4.    Prinsip Kebebasan/Kemerdekaan
Prinsip kebebasan dalam hukum Islam menghendaki agar agama/hukum Islam disiarkan tidak berdasarkan paksaan, tetapi berdasarkan penjelasan, demontrasi, argumentasi. Kebebasan yang menjadi prinsip hukum Islam adalah kebebasan dalam arti luas yang mencakup berbagai macamnya, baik kebebasan individu maupun kebebasan komunal. Keberagama dalam Islam dijamin berdasarkan prinsip tidak ada paksaan dalam beragama (QS. Al-Baqarah : 256 dan Al-Kafirun: 5)
5.    Prinsip Keagamaan/Egalite
Prinsip persamaan yang paling nyata terdapat dalam Konstitusi Madinah (al-Shahifah), yakni prinsip Islam menentang perbudakan dan penghisapan darah manusia atas manusia. Prinsip persamaan ini merupakan bagian penting dalam pembinaan dan pengembangan hukum  Islam dalam menggerakkan dan mengontrol sosial, tapi bukan berarti tidak pula mengenal stratifikasi sosial seperti komunis.
6.    Prinsip At-Ta’awun
Prinsip ini memiliki makna saling membantu antar sesama manusia yang diarahkan sesuai prinsip tauhid, terutama dalam peningkatan kebaikan dan ketakwaan.


7.    Prinsip Toleransi
Prinsip toleransi yang dikehendaki Islam adalah toleransi yang menjamin tidak terlanggarnya hak-hak Islam dan umatnya tegasnya toleransi hanya dapat diterima apabila tidak merugikan agama Islam. Wahbah Az-Zuhaili, memaknai prinsip toleransi tersebut pada tataran penerapan ketentuan Al-Qur’an dan Hadits yang menghindari kesempitan dan kesulitan, sehingga seseorang tidak mempunyai alasan dan jalan untuk meninggalkan syari’at ketentuan hukum Islam. Dan lingkup toleransi tersebut tidak hanya pada persoalan ibadah saja tetapi mencakup seluruh ketentuan hukum Islam, baik muamalah sipil, hukum pidana, ketetapan peradilan dan lain sebagainya.

Asas – asas Hukum Islam
Asas secara etimologi memiliki makna adalah dasar, alas, pondamen (Muhammad Ali, TT : 18). Adapun secara terminologinya Hasbi Ash-Shiddiqie mengungkapkan bahwa hukum Islam sebagai hukum yang lain mempunyai azas dan tiang pokok sebagai berikut :
1.    Asas Nafyul Haraji, meniadakan kepicikan, artinya hukum Islam dibuat dan diciptakan itu berada dalam batas-batas kemampuan para mukallaf. Namun bukan berarti tidak ada kesukaran sedikitpun sehingga tidak ada tantangan, sehingga tatkala ada kesukaran yang muncul bukan hukum Islam itu digugurkan melainkan melahirkan hukum Rukhsah.
2.    Asas Qillatu Taklif, tidak membahayakan taklifi, artinya hukum Islam itu tidak memberatkan pundak mukallaf dan tidak menyukarkan.
3.    Asas Tadarruj, bertahap (gradual), artinya pembinaan hukum Islam berjalan setahap demi setahap disesuaikan dengan tahapan perkembangan manusia.
4.    Asas Kemuslihatan Manusia, Hukum Islam seiring dengan dan mereduksi sesuatu yang ada dilingkungannya.
5.    Asas Keadilan Merata, artinya hukum Islam sama keadaannya tidak lebih melebihi bagi yang satu terhadap yang lainnya.
6.    Asas Estetika, artinya hukum Islam memperbolehkan bagi kita untuk mempergunakan atau memperhatikan segala sesuatu yang indah.
7.    Asas Menetapkan Hukum Berdasar Urf yang Berkembang Dalam Masyarakat, Hukum Islam dalam penerapannya senantiasa memperhatikan adat/kebiasaan suatu masyarakat.
8.    Asas Syara Menjadi Dzatiyah Islam, artinya Hukum yang diturunkan secara mujmal memberikan lapangan yang luas kepada para filusuf untuk berijtihad dan guna memberikan bahan penyelidikan dan pemikiran dengan bebas dan supaya hukum Islam menjadi elastis sesuai dengan perkembangan peradaban manusia.




Epilog
            Berdasarkan pembahasan mengenai prinsip-prinsip dan asas-asas hukum Islam diatas, yang menjadi inti pemahaman prinsip-prinsip dan asas-asas hukum Islam dapat diketahui atau diarahkan pada tujuan penyariatan syariat Islam itu sendiri dan apa yang akan dibawa hukum Islam untuk mencapau tujuannya. Hal tersebut adalah sebagai berikut :
1.    Islam telah meletakkan di dalam undang-undang dasarnya, beberapa prinsip yang mantap dan kekal, seperti prinsip menghindari kesempitan dan menolak mudarat, wajib berlaku adil dan bermusyawarah dan memelihara hak, menyampaikan amanah, dan kembali kepada ulama yang ahli untuk menjelaskan pendapat yang benar dalam menghadapi peristiwa dan kasus-kasus baru, dan sebagainya berupa dasar - dasar umum yang merupakan tujuan diturunkannya agama-agama langit, dan dijaga pula oleh hukum - hukum positif dalam upaya untuk sampai kepada pengwujudan teladan tertinggi dan prinsip - prinsip akhlak yang telah ditetapkan oleh agama - agama namun hukum - hukum masih tetap menghadapi krisis keterbelakangan dari undang - undang atau hukum yang dibawa oleh agama - agama langit.
2.    Dalam dasar - dasar ajarannya, Islam berpegang dengan konsisten pada perinsip mementingkan pembinaan mental individu khususnya, sehingga ia menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat, karena apabila individu telah menjadi baik maka masyarakat dengan sendirinya akan baik pula.
3.    Syari’at Islam, dalam berbagai ketentuan hukumnya, berpegang dengan konsisten pada prinsip memelihara kemaslahatan manusia dalam kehidupan dunia dan akhirat.