Senin, 28 November 2011

hak-hak atas tanah (Hukum Agraria)


Mendeskripsikan Hak-hak Atas Tanah
1.      Pengertian dari hak-hak atas tanah
2.      Dasar hukum dari hak-hak atas tanah
3.      Macam-macam dari hak-hak atas tanah
4.      Isi/ruang lingkupnya
Keterangan :
1.    Definisi Hak-hak Atas Tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang yang mempunyai hak untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah tersebut. Hak atas tanah berbeda dengan hak penggunaan atas tanah. Ciri khas dari hak atas tanah adalah seseorang yang mempunyai hak atas tanah berwenang untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah yang menjadi haknya. Hak-hak atas tanah yang dimaksud ditentukan dalam pasal 16 jo pasal 53 UUPA, antara lain:
a)      Hak Milik;
b)      Hak Guna Usaha;
c)      Hak Guna Bangunan;
d)     Hak Pakai;
e)      Hak Sewa;
f)       Hak Membuka Tanah;
g)      Hak Memungut Hasil Hutan;
h)      Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yangditetapkan oleh undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementarasebagaimana disebutkan dalam pasal 53.
Hak atas tanah yang bersifat tetap terdiri dari :
a.       Hak Milik
b.      Hak Guna Usaha
c.       Hak Guna Bangunan
d.      Hak Pakai
e.       Hak Sewa Tanah Bangunan
f.       Hak Pengelolaan


Hak atas tanah yang bersifat sementara terdiri dari :
a.       Hak Gadai
b.      Hak Usaha Bagi Hasil
c.       Hak Menumpang
d.      Hak Sewa Tanah Pertanian

2.    Dasar Hukum dari Hak-hak Atas Tanah adalah :
a.       Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar1945;
b.      UU Nomor 28 Tahun 1956 tentang Pengawasan Terhadap Penindakan Hak atas Tanah Perkebunan (Lembaran Negara Tahun 1956 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1125);
c.       UU Nomor 29 Tahun 1956 tentang Peraturan-peraturan dan Tindakan-tindakan Mengenai Tanah-tanah Perkebunan (Lembaran Negara Tahun 1956 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1126);
d.      UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043);
e.       UU Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3317);
f.       UU Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501);
g.      UU Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3632);
h.      PP Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2171).
i.        PP Nomor 38 Tahun 1963;
j.        PP Nomor 40 Tahun1996;
k.      PMDN Nomor 6 Tahun 1972 jo. Peraturan kepala BPN Nomor 16 Tahun 1990.



3.    Macam-macam dari Hak-hak Atas Tanah :
a.       Hak Guna Usaha
Hak guna usaha diatur didalam pasal 28-34 UUPA, dan PP No. 40 tahun 1996. Hak guna usaha merupakan hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai oleh negara. Obyeknya merupakan tanah negara. Hak guna usaha dapat dapat dialihkan asal kepada WNI. Hal ini berdasarkanprinsip asas nasionalitas.
Yang dapat mempunyai Hak Guna Usaha adalah :
·         Warga Negara Indonesia;
·         Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
Luas minimum tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Usaha adalah lima hektar. Dan luas maksimum tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Usaha adalah dua puluh lima hektar. Pemberian Hak Guna Usaha wajib didaftar dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan. Hak Guna Usaha diberikan untuk jangka waktu paling lama tiga puluh lima tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama dua puluh lima tahun.
Pemegang Hak Guna Usaha berkewajiban untuk:
a)      Membayar uang pemasukan kepada Negara;
b)      Melaksanakan usaha pertanian, perkebunan, perikanan dan/atau peternakan sesuai peruntukan dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya;
c)      Mengusahakan sendiri tanah Hak Guna Usaha dengan baik sesuai dengan kelayakan usaha berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh instansi teknis;
d)     Membangun memelihara prasarana lingkungan dan fasilitas tanah yang ada dalam lingkungan areal Hak Guna Usaha;
e)      Memelihara kesuburan tanah, mencegah kerusakan sumber daya alam dan menjaga kelestarian kemampuan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
f)       Menyampaikan laporan tertulis setiap akhir tahun mengenai penggunaan Hak Guna Usaha;
g)      Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Guna Usaha kepada Negara sesudah Hak Guna Usaha tersebut hapus;
h)      Menyerahkan sertipikat Hak Guna Usaha yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan.
Hak Guna Usaha dapat beralih atau dialihkan kepada pihak lain. Peralihan Hak Guna Usaha terjadi dengan cara:
a)      Jual beli;
b)      Tukar menukar;
c)      Penyertaan dalam modal;
d)     Hibah;
e)      Pewarisan.
Peralihan Hak Guna Usaha harus didaftarkan pada Kantor Pertanahan. Peralihan Hak Guna Usaha karena jual beli kecuali melalui lelang, tukar menukar, penyertaan dalam modal, dan hibah dilakukan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. Peralihan Hak Guna Usaha karena warisan harus dibuktikan dengan surat wasiat atau surat keterangan waris yang dibuat oleh instansi yang berwenang.
Hak Guna Usaha Hapus Karena:
a)    Berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian atau perpanjangannya;
b)   Dibatalkan haknya oleh pejabat yang berwenang sebelum jangka waktu berakhirnya karena:
1.      Tidak terpenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak dan/atau dilanggarnya ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13 dan/atau Pasal 14 PP No. 40 Thn. 1996;
2.      Putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
c)    Dilepaskan secara suka rela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;
d)   Dicabut berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 1961;
e)    Ditelantarkan;
f)    Tanahnya musnah;
g)   Ketentuan Pasal 3 ayat (2) PP Nomor 40 Tahun 1996
Dasar hak : PMDN No 6 Tahun 1972 jo. Peraturan kepala BPN No 16 Tahun1990 sampai dengan 100 HA asal tidak dengan fasilitas penanaman modal oleh Kanwil BPN ; diatas 100 HA oleh Kepala BPN (Pasal 2 s.d 18 PP No 40Tahun 1996)
b.      Hak Milik
Hak milik diatur didalam pasal 20-27 UUPA. Hak milik bersifat turun-temurun, terkuat dan terpenuh, berfungsi sosial. Maksudnya adalah, turun temurun contohnya dapat diwariskan, terkuat maksudnya dapat dipertahankan, terpenuh maksudnya adalah tidak mengenal jangka waktu, dan berfungsi sosial yaitu harus sesuai dengan sifat dan tujuannya (pasal 6 UUPA). Hak milik dapat dialihkan kepada siapa saja, dapat didirikan Hak Guna Bangunan  diatasnya. Luas kepemilikan hak atas tanah dibatasi oleh CEILING yang dibatasi secara maksimum dan minimum.
Subjek hak milik :
a)          Warga Negara Indonesia;
b)        Badan hukum tertentu ( PP No. 38 tahun 1963) yaitu, badan hukum perbankan negara, koperasi pertanian dan usaha sosial/keagamaan.
Berakhirnya suatu hak milik atas tanah yaitu dapat dengan cara :
a.          Pencabutan hak;
b.         Melanggar prisip nasionalitas;
c.           Terlantar;
d.         Penyerahan secara sukarela;
e.         Tanahnya musnah misalnya karena bencana alam longsor.
Dasar hak milik :
a.          Konversi dari tanah-tanah eks-BW dan dari tanah eks-tanah adat;
b.         Dari hasil pengelolaan yang tertuang dalam perjanjian pendirian hak tersebut;
c.           SK pemberhentian hak oleh pemerintah BPN.

c.               Hak Guna Bangunan
Hak untuk mengusahakan dan mempunyai bangunan atas tanah bukan milik sendiri. Hak guna Bangunan dapat dialihkan asal kepada WNI, berdasarkan asas nasionalitas, dapat sebagai objek hak tanggungan. Jangka waktu hak guna bangunan : paling lama 30 tahun dapat diperpanjang 20 tahun, perpanjangan/ pembaharuan dapat diberikan sekaligus.
Subyeknya :
·                  WNI;
·                  Badan Hukum Indonesia.
Berakhirnya hak guna bangunan: Jangka waktunya berakhir, dihentikan sebelum jangka waktu berakhir, dilepas oleh pemegang hak, dicabut untuk kepentingan umum, ditelantarkan, tanah musnah, bukan WNI lagi (pasal 30 ayat 2 jo pasal 20PP 40/ 1996).
Alas/dasar hak guna bangunan :
1.              PMDN 6/1972 sampai 2000m2 oleh kepala BPN ps 22 PP 40/1996;
2.              Hak pengelolaan Vide PMDN 1/77 jo PMDN 6/1972 jo ps 22 ayat (2) PP40/1996;
3.              Konversi tanah ex adat;
4.              Konversi tanah ex BW: hak eigendom, hak opstal, hak erfacht;
5.              Karena perjanjian, pemilik HM dan seseorang untuk menimbulkan hak guna bangunan.
d.             Hak Pakai
1)                  Hak pakai keperdataan
Hak untuk menggunakan dan memungut hasil dari tanah yang dikuasai negara atau tanah yang dikuasai seseorang dengan hak milik. Subjeknya adalah WNI, Badan Hukum Indonesia, orang asing penduduk Indonesia( pasal 39 PP 40/ 1996), badan hukum asing yang mempunyai manfaat bagi penduduk Indonesia dan badan hukum asing yang ada ijin operasional. Hak Milik dapat dialihkan  dan dapat menjadi objek tanggungan.
Berakhirnya hak: jangka waktu berakhir, tanah musnah, dicabut untuk kepentingan umum, ditelantarkan.
Jangka waktu :
·             Tidak jelas ( pasal 41-43 UUPA);
·             PMDN 6/1972 = 10 tahun;
·             Pasal 45 PP 40/1996 = 25 tahun dengan perpanjangan 20 tahun;
·             Hak pakai di atas hak milik = 25 tahun dengan pembaharuan 25 tahun.

2)                  Hak pakai khusus :
Hak milik mempergunakan tanah untuk pelaksanaan tugas yang berasal dari tanah yang dikuasai negara. Subjeknya ialah departemen, LPND, PEMDA, perwakilan negara asing, lembaga keagamaan, dan lembaga sosial (Lembaga pemerintah nondepartemen).
Tidak dapat dialihkan yaitu tidak dapat dijadikan objek hak tanggungan. Berakhirnya hak yaitu jika tidak dapat dipergunakan lagi kembali kepada negara. Jangka waktunya tidak terbatas selama masih dipergunakan (pasal 45 ayat 1 PP. 40 tahun 1996).

4.      Isi/ruang lingkupnya
a.               Penguasaan hak atas tanah
Pengertian penguasaan tanah mempunyai 2 macam, yaitu :
ü Penguasaan tanah secara fisik : Penguasaan yang secara nyata, dan menggunakan, mengelola tanahnya dan dipergunakan untuk dirinya sendiri.
ü Penguasaan tanah secara yuridis : Penguasaan yang berdasarkan UU atau yang dilandasi hak dan dilindungi oleh hukum.
Hukum adat sangat lemah dalam perlindungan hukum terhadap Tanah, karena tidak mempunyai lembaga adat yang menjamin hak tersebut dilindungi oleh payung hukum.
b.              Peralihan Hak Atas Tanah
Mengandung 2 arti :
ü  Beralih : Berpindahnya hak atas tanah dari pemegang hak kepada pihak lain karena terjadi peristiwa hukum. Misalnya pemegang hak meninggal dan dijadikan warisan.
ü  Dialihkan : Berpindahnya hak atas tanah dari pemegang kepada pihak lain karena suatu perbuatan hukum yang secara sengaja dilakukan dengan tujuan pihak lain memperoleh hak tersebut. Misalnya jual beli, tukar menukar, hibah, penyertaan modal perusahaan, pemberian dengan wasiat, lelang.
Contohnya yaitu tentang:
·                  Jual Beli Tanah Menurut Hukum Adat
·                  Jual Beli tanah Menurut UUPA
·                  Penghibahan Tanah
·                  Pewarisan Tanah
·                  Pewakafan Tanah
























Daftar Pustaka


1.        Adrian Sutedi, 2007, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, Sinar Grafika, Jakarta.
2.        Suardi SH, MH, 2005, Hukum Agraria, Badan Penerbit Iblam, Jakarta.
3.        Prof. Boedi Harsono, 2006, Hukum Agraria Indonesia, Himpunan Peraturan-peraturan Hukum Tanah, Djambatan, Jakarta.
4.        Urip Santoso, 2008, Hukum Agraria & Hak-Hak Atas Tanah, Prenada Media Group, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar